Jumat, 22 Oktober 2010

Menikmati Kelembutan Wagyu

MELT in the mouth. Itulah predikat yang disandang daging wagyu nomor satu. Dikenal sebagai daging yang luar biasa empuk, lumer di lidah. Bagi orang Jepang, wagyu berarti sapi (gyu) kepunyaan kami atau segala sesuatu yang berbau Jepang (wa).

Secara umum, daging sapi ini, terutama yang berasal dari prefektur (kabupaten) Kobe, daerah Matsusaka di prefektur Mie dan provinsi Omi yang sekarang dikenal sebagai prefektur Shiga, dianggap luar biasa karena tak ada daging sapi lain yang bisa meleleh di mulut.

Ini disebabkan oleh angka kerapatan perlemakannya yang sangat tinggi, hingga 12 pada skala Jepang. Sehingga, tidak tertandingi oleh daging sapi nomor satu Amerika (prime) yang hanya mencapai 7. Maka, harganya selangit. ''US$1000 per kilo,'' kata pakar boga William Wongso.

Karena separuh lebih lemak (sekitar 52%) di dalamnya adalah lemak tak jenuh yang tidak saja mempunyai titik lumer lebih rendah daripada lemak jenuh, tetapi juga umumnya mencair dalam suhu ruangan. Maka, sesampai di mulut segera meleleh menjadi minyak yang memberikan citarasa gurih (atau umami bagi orang Jepang).

''Daging sapi Kobe menurut saya tidak cocok dibuat steak. Apalagi kalau diberi saus bernaise, saus krim atau saus lainnya yang kaya minyak. Lha, dagingnya sendiri sudah mengandung banyak minyak, buat apa diberi saus berminyak lagi? Lebih cocok dibuat tepanyaki, dimakan dengan saus kecap Jepang (soyu) yang tidak berminyak dan bawang putih yang digoreng garing supaya rasanya lebih menendang,'' kata William.

Alternatif lainnya adalah dihidangkan mentah sebagai carpaccio/ sashimi daging dalam bentuk irisan sangat tipis dengan saus cuka minyak zaitun (vinaigrette).

Kalau toh tetap mau dipaksakan dijadikan steik, William menyarankan dagingnya sebaiknya tebal dan diusahakan agar garing di luar tapi tetap basah dan 'hidup' di dalam.

Cara lain adalah bakar cepat irisan tipis dalam api amat panas. Jadi, ketika minyak dalam daging terlalu berlimpah, maka strategi menikmatinya perlu pun diubah. Misalnya, dengan menghidangkannya sebagai sabu-sabu dalam bentuk irisan tipis dicelup ke kuah panas kemudian dimakan. Air panas yang ikut terangkut memberi rasa segar, menjadi semacam penyeimbang. (arif suryobuwono-media indonesia)

Lihat juga :  soto, sour sally

Tidak ada komentar:

Posting Komentar